Definisi
Dribbling merupakan suatu keadaan dimana urin menetes pada akhir miksi yang biasanya merupakan suatu gejala (minor) dari seseorang yang mempunyai penyakit maupun kelainan dalam system saluran kemih.
Keadaan ini sering terjadi pada seseorang yang mengalami BPH (Benign Prostate Hiperplasia /Hiperplasia Prostat Jinak). Karena pada BPH terjadi obstruksi jalan kemih, dalam hal ini urethra, akibat hyperplasia prostat . Namun selain BPH keadaan menetes pada akhir berkemih ini dapat terjadi pula pada seseorang yang mengalami batu urethra, dan striktur urethra.
Fisiologi Berkemih
Pengisian Kandung Kemih
Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (vesica urinaria). Aliran urin di ureter tidak semata-mata tergantung oleh gaya gravitasi bumi saja. Kontraksi peristaltic otot polos pada dinding ureter juga ikut mendorong urin ke arah kandung kemih (Sherwood,2001). Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun dalam serabut-serabut spiral, longitudinal, dan sirkuler, tetapi batas dari ketiga serabut otot tersebut tidak dapat terlihat dengan jelas. Kontraksi peristaltic yang regular terjadi 1-5 kali permenit yang menggerakkan urin dari pelvis ginjal ke kandung kemih, dimana urin bergerak dengan cepat dan sinkron sesuai dengan gerakan gelombang peristaltic.
Ureter berjalan miring melalui melalui dinding kandung kemih, dan walaupun tidak memiliki sfingter seperti pada urethra, posisi anatomisnya yang miring tersebut cenderung dapat membuat ureter tertutup, kecuali sewaktu terjadi gelombang peristaltic guna mencegah refluks urin dari kandung kemih (Ganong, 1983).
Hal-hal yang terjadi sewaktu pengisisan normal kandung kemih, antara lain :
Sensasi kandung kemih harus intak
Kandung kemih dapat tetap berkontraksi dalam keadaan tekanan rendah walaupun volume urin bertambah
Bladder/VU outlet tetap tertutup sewaktu pengisisan maupun saat terjadi peningggian tekanan intra abdomen yang tiba-tiba.
Kandung kemih dalam keadaan tidak berkontraksi involunter.
Pengosongan Kandung Kemih
Kandung kemih mempunyai dua fungsi yaitu untuk mengumpulkan (pengisian) dan mengeluarkan (pengosongan) urin menurut kehendak. Aktifitas system saraf untuk kedua system inipun berbeda. Berkemih pada dasarnya adalah suatu reflex spinal yang dirangsang dan dihambat oleh pusat-pusat di otak seperti halnya pada perangsangan defekasi, dan penghambatan ini volunter. Di dalam otak terdapat daerah perangsangan untuk berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesencefalon. Urin yang masuk ke dalam kandung kemih tidak menimbulkan kenaikan intra vesikal yang berarti, sampai kandung kemih benar-benar terisi penuh. Pada orang dewasa volume urin normal dalam kandung kemih yang mengawali reflex kontraksi adalah 300-400 ml.
Tekanan intra vesikal yang dihasilkan oleh sensasi rasa penuh merupakan faktor utama untuk berkontraksinya kandung kemih secara volunter. Pada saat kandung kemih berisi 300-400 cc akan terasa sensasi kencing akibat peregangan dinding kandung kemih yang dapat mengaktifkan reseptor regang yang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya melalui antarneuron, merangsang persarafan parasimpatis yang membuat kandung kemih untuk berkontraksi. Dan apabila dikehendaki atas kendali pusat maka terjadilah proses berkemih, yaitu relaksasi otot-otot perineal dan muskulus sfingter uretra (internus dan eksternus) bersamaan itu terjadi kontraksi otot detrusor kandung kemih yang menyebabkan urin keluar melalui uretra. Salah satu peristiwa yang mengawalinya adalah relaksasi otot diafragma pelvis yang menyebabkan tarikan otot-otot detrusor ke bawah untuk memulai kontraksinya.
Selain itu juga terjadi perbedaan tekanan pada waktu berkemih. Tekanan uretra posterior turun (spingter) mendekati 0 cmH2O sementara itu tekanan didalam kandung kemih naik sampai 40 cmH2O sehingga urin dipancarkan keluar melalui uretra.
Sedangkan jika otot-otot perineal dan sfingter eksterna berkontraksi secara volunter dapat mencegah urin masuk ke dalam uretra atau menghentikan aliran saat berkemih (proses penghambatan). Hal ini diduga merupakan kemampuan untuk mempertahankan sfingter eksterna dalam keadaan kontraksi , dimana pada orang dewasa dapat menahan kencing sampai ada kesempatan untuk berkemih. Setelah berkemih, uretra wanita kosong akibat gravitasi, sedangkan urin yang masih ada pada uretra laki-laki dikeluarkan oleh beberapa kontraksi muskulus bulbo kavernosus.
Patofisiologi
Pada keadaan normal proses berkemih, otot-otot detrusor pada kandung kemih dapat berkontraksi dengan maksimal/normal sehingga urin dapat keluar dengan lancar. Dan juga setelah melakukan miksi tidak ada lagi urin yang menetes keluar dari uretra karena seluruh urin yang berada di kandung kemih telah dikeluarkan.
Namun pada keadaan patologis yang dapat menimbulkan gejala klinis seperti urin yang menetes pada akhir miksi ini, proses miksi tersebut mengalami gangguan. Gangguan/kelainan yang dapat menimbulkan keadaan tersebut adalah kebanyakan karena obstruksi saluran kemih seperti penyumbatan uretra akibat pembesaran prostat dan penyempitan uretra (striktur uretra).
Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika kandung kemih tidak dapat mempertahankan tekanan yang tinggi selama berkemih, aliran urine dapat berhenti dan dribbling (urine menetes setelah berkemih) bisa terjadi.
Gejala dan tanda obstruksi jalan kemih antara lain :
penderita harus menunggu pada permulaan miksi,
miksi terputus,
menetes pada akhir miksi,
pancaran miksi menjadi lemah, dan
rasa belum puas sehabis miksi.
Pada pria, gejala tersebut paling sering disebabkan oleh pembesaraan prostat gejala yang sama pada anak laki-laki, bisa menunjukkan adanya kelainan bawaan berupa penyempitan uretra atau lubang uretra yang sangat kecil. lubang uretra yang kecil juga bisa ditemukan pada wanita.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacatan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks.
Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemorroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistisis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
Etiologi
Beberapa keadaan patologis yang kemungkinan dapat menimbulkan gejala seperti dribbling, yaitu antara lain :
1.BPH (Benign Prostate Hiperplasia /Hiperplasia Prostat Jinak)
Walaupun penyebab pastinya belum diketahui namun BPH dianggap dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal oleh karena proses penuaan. prostat dipengaruhi oleh hormon androgen, ternyata bagian yang sensitive terhadap androgen adalah bagian perifer, sedangkan yang sensitive terhadap estrogen adalah bagian tengah. Karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami hiperplasia, oleh karena sekresi androgen yang berkurang sedangkan estrogen bertambah secara relatif ataupun absolut.
2.Batu urethra
Selain dapat menimbulkan gejala dribbling, jika terdapat batu pada uretra maka akan terasa nyeri sewaktu berkemih dan kemungkinan terjadi infeksi juga lebih besar akibat gesekan dari batu tersebut pada dinding uretra.
3.Striktur urethra.
Ketiga hal tersebutlah yang paling umum terjadi di masyarakat yang dapat mengakibatkan penyumbatan pada jalan kemih/urethra yang pada akhirnya dapat memunculkan gejala dribbling tersebut.
Penatalaksanaan
Dribbling atau Urin menetes akhir miksi ini merupakan sebuah gejala dari suatu penyakit/keadaan patologis, sehingga untuk menyembuhkannya adalah dengan mengobati dahulu penyakit utama yang menyebabkannya. Karena apabila penyakitnya sudah disembuhkan maka otomatis gejala yang menyertainya, dalam hal ini dribbling, pun akan menghilang.
Misalnya pada BPH, walaupun penyebab pastinya belum diketahui namun BPH dianggap dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal oleh karena proses penuaan. Salah satu teori ialah teori Testosteron (T) yaitu T bebas yang dirubah menjadi Dehydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 α reduktase yang merupakan bentuk testosteron yang aktif yang dapat ditangkap oleh reseptor DHT didalam sitoplasma sel prostat yang kemudian bergabung dengan reseptor inti sehingga dapat masuk kedalam inti untuk mengadakan inskripsi pada RNA sehingga akan merangsang sintesis protein. Teori yang disebut diatas menjadi dasar pengobatan BPH dengan inhibitor 5a reduktase (mis: finasteride/proscar). Obat ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
Selain itu penggunaan inhibitor α-1-adrenergik juga cukup efektif untuk mengurangi obstruksi pada kandung kemih tanpa merusak kontraktilitas otot detrusor. Contoh obat-obatnya yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin, dll. Obat-obat tersebut dapat menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesica, prostat dan kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat. Hal ini akan menurunkan tekanan pada urethra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejalanya dapat berkurang.
Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi Transurethral Resection of the Prostate (TURP), Transurethral Insision of the Prostate (TIUP), prostatektomi terbuka, dan prostatektomi dengan laser. Selain itu juga dapat dilakukan terapi invasive minimal dengan Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT), Dilatasi Balon Transurethral (TUBD), Hig-intensity Focused Ultrasound, Ablasi Jarum Transuretra (TUNA), Stent Prostat.
Pada batu saluran kemih/urethra penatalaksanaannya dapat dengan cara:
Operasi terbuka
Operasi endoskopi (PNCL, URS-Lithotripsy, Litotripsi mekanik, dll)
Extra Corporeal Shockwave Lithotripsy
Pada pasien striktur urethra dengan retensio urin maka dilakukan sistostomi, Bila panjang striktur urethra lebih dari 2 cm atau terdapat fistula maka dapat dilakukan urethroplasty. Untuk striktur urethra anterior dapat dilakukan otis uretrotomi.
Daftar pustaka:
1.Sherwood, Lauralee. Edisi 2, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC, 2001.
2.Price, Sylvia Anderson, Lorraine M Wilson, Edisi 6, Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit, volume 2. Jakarta : EGC, 2005.
3.Fakultas kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius FK UI, 2000.
4.http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit&lid=724
5.www.medicastore.com
Selasa, 08 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
I wish not concur on it. I over polite post. Specially the title attracted me to read the whole story.
Posting Komentar