Kamis, 06 Desember 2007

Basic Life Support

Apa yang akan anda lakukan jika anda menemukan seseorang yang mengalami kecelakaan atau seseorang yang
terbaring di suatu tempat tanpa bernapas spontan? apakah anda dapat menentukan orang tersebut sudah mati ?
Seseorang yang mengalami henti napas ataupun henti jantung belum tentu ia mengalami kematian, mereka masih dapat
ditolong. Dengan melakukan tindakan pertolongan pertama, seseorang yang henti napas dan henti jantung dapat
dipulihkan kembali. Tindakan pertolongan pertama yang dilakukan untuk memulihkan kembali seseorang yang
mengalami henti napas dan henti jantung disebut bantuan hidup dasar, atau dalam istilah Inggris disebut Basic Life
Support.

Salah satu bentuk tindakan nyata dari BLS ini adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau dalam istilah Inggris disebut Cardio-Pulmonary Resucitation (CPR). RJP merupakan tindakan pengembalian fungsi jantung dan paru agar kembali normal. Tindakan RJP ini dapat dilakukan dimana saja, tanpa mempergunakan alat oleh orang yang terlatih, mulai dari orang awam sampai dokter.

Resusitasi jantung paru tidak dilakukan pada semua penderita yang mengalami gagal jantung atau pada orang yang sudah mengalami kerusakan pernafasan atau sirkulasi yang tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup, melainkan yang mungkin untuk hidup lama tanpa meninggalkan kelainan di otak. Keberhasilan resusitasi dimungkinkan oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis. Mati klinis terjadi bila dua fungsi penting yaitu pernafasan dan sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika keadaan ini tidak ditolong akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Resusitasi jantung paru yang dilakukan setelah penderita mengalami henti nafas dan jantung selama 3 menit, presentasi kembali normal 75 %tanpa gejala sisa. Setelah 4 menit presentasi menjadi 50 % dan setelah lima menit menjadi 25 %. Maka jelaslah waktu yang sedikit itu harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.

Langkah-langkah bantuan hidup dasar terdiri dari tiga tahap:
a. Memeriksa Jalan Napas (Airway control)
Pada korban yang tidak sadar akan terjadi relaksasi dari otot-otot termasuk otot-otot di dalam mulut. Akibatnya lidah akan jatuh ke bagian belakang dari tenggorokan dan akan menutupi jalan napas. Akibatnya, korban tidak dapat bernapas. Penutupan jalan napas ini juga dapat disebabkan oleh gigi palsu, sisa-sisa muntahan, atau benda asing lainnya.
Di sini penolong memeriksa apakah korban masih bernapas atau tidak. Bila tidak bernapas akibat adanya sumbatan maka penolong harus membersihkan jalan napas ini agar menjadi terbuka.
Korban dibaringkan terlentang.
Penolong berlutut di samping korban sebelah kanan pada posisi sejajar dengan bahu.
Letakkan tangan kiri penolong di atas dahi korban dan tekan kearah bawah dan tangan kanan penolong mengangkat dagu korban ke atas. Tindakan ini akan membuat lidah tertarik ke depan dan jalan napas terbuka serta akan membentuk satu garis lurus sehingga oksigen mudah masuk.
Dekatkan wajah Anda ke wajah korban, dengar serta rasakan hembusan napas korban sambil melihat ke arah dada korban apakah ada gerakan dada atau tidak.

b. Bantuan Pernapasan (Breathing Support)
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien dapat bernafas spontan atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali diperlukan ventilasi buatan.Untuk melakukan ventilasi mulut ke mulut penolong hendaknya mempertahankan kepala dan leher korban dalam salah satu sikap yang telah disebutkan diatas dan memencet hidung korban dengan satu tangan atau dua kali ventilasi dalam.Bila denyut nadi karotis tidak teraba, dua kali ventilasi dalam harus diberikan sesudah tiap 15 kompresi dada pada resusitasi yang dilakukan oleh seorang penolong dan satu ventilasi dalam sesudah tiap 5 kompresi dada pada yang dilakukan oleh 2 penolong. Tanda ventilasi buatan yang adekuat adalah dada korban yang terlihat naik turun dengan amplitudo yang cukup ada udara keluar melalui hidung dan mulut korban selama respirasi sebagai tambahan selama pemberian ventilasi pada korban, penolong dapat merasakan tahanan dan pengembangan paru korban ketika diisi.Pada beberapa pasien ventilasi mulut ke hidung mungkin lebih efektif daripada fentilasi mulut ke mulut. Ventilasi mulut ke stoma hendaknya dilakukan pada pasien dengan trakeostomi. Bila ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung tidak berhasil baik walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus diperiksa untuk melihat apakah ada sekresi atau benda asing.

c. Bantuan Sirkulasi ( Circulation Support)
Bantuan ketiga dalam BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tanda- tanda henti jantung adalah :
Kesadaran hilang dalam waktu 15 detik setelah henti jantung.Tak teraba denyut nadi arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakhialis pada bayi).Henti nafas atau megap- megap.Terlihat seperti mati.Warna kulit pucat sampai kelabu.Pupil dilatasi (45 detik setelah henti jantung)Tidak ada nadi yang teraba pada arteri besar, pemeriksaan arteri karotis sesering mungkin merupakan tanda utama henti jantung. Korban hendaknya terlentang pada permukaan yang keras agar kompresi dada luar yang dilakukan efektif. Penolong berlutut di samping korban dan meletakkan sebelah tangannya diatas tengah pertengahan bawah sternum korban sepanjang sumbu panjangnya dengan jarak 2 jari dari persambungan episternum. Tangan penolong yang lain diletakkan diatas tangan pertama, jari- jari terkunci dengan lurus dan kedua bahu tepat diatas sternum korban, penolong memberikan tekanan ventrikel ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4 sampai 5 cm.
Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua tangan tidak bo;eh diangkat dari dada korban, dianjurkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi. Bila ada satu penolong, 15 kompresi dada luar (laju 80 sampai 100 kali/ menit) harus diikuti dengan pemberian 2 kali ventilasi dalam (2 sampai 3 detik). Dalam satu menit harus ada 4 siklus kompresi dan ventilasi (yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 ventilasi). Jadi 15 kali kompresi dan 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik. Bila ada 2 penolong, kompresi dada diberikan oleh satu penolong dengan laju 80 sampai 100 kali/ menit dan pemberian satu kali ventilasi dalam 1 sampai 1,5 detik oleh penolong kedua sesudah tiap kompresi kelima. Dalam satu menit minimal harus ada 60 kompresi dada dan 12 ventilasi. Jadi lima kompresi dan satu ventilasi maksimal dalam 5 detik.

Sumber : http://www.promosikesehatan.com/artikel.php?nid=146
http://pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=397&tbl=cakrawala
http://href="http://www.honda-megapro.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=86">www.honda-megapro.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=86
http://medlinux.blogspot.com/2007/09/resusitasi-jantung-paru.html

2 komentar:

Unknown mengatakan...

pak/bu, tulisannya edukatif sekali. Namun perlu diperbaharui sedikit bahwa CPR terbaru saat ini tahun 2005, bukan 2000 lagi. Perbedaan mendasarnya salah satunya di rasio kompresi-ventilasi yang jadi 30:2. Dan Shock tidak 3 kali lagi, tapi 1 kali 360 joule dan diteruskan dengan CPR.
Salam Sejawat.

Kedokteran Go Green (karikaturijo) mengatakan...

salam KBK AVICENNA